Friday, March 31, 2006

Aku merindukannya, sungguh. Walaupun aku ingat betul pertemuan kami yang hanya bisa dihitung dengan sebelah tangan jumlahnya. Tapi aku sudah mengklaim bahwa aku miliknya.

Aku miliknya! Dia yang teduh, memperlakukanku dengan lembut, mengamatiku dengan tatapan penuh sayang... sentuhannya, iramanya. oh aku merindukannya, sungguh.

Dia tidak seperti beberapa lelaki sebelumnya. Berbeda betul. Aku ingat yang pertama, anak Koh A Hong, majikanku si Solo. Koh A Hong membolehkannya bermain denganku, sampai ia menjualku seharga empat ratus ribu ke salah seorang mahasiswa di Jogja tanpa sepengetahuan bapaknya. Awalnya aku senang. Aku tidak merindukan Koh A Hong atau anaknya, ataupun pojok kios tempat aku digeletakkan begitu saja sampai leherku melengkung pegal dan si Kokoh marah-marah karena harus mengepres leherku lagi. Tempat baru ini lumayan bersih. Ada meja gambar. Ada komputer. Ada poster The Casualties, Exploited. Melayu Chaos. Lumayan. Di malam hari, aku diselimuti sarung. Biar gak kena debu, katanya ketika seorang temannya datang berkunjung.

Sudah sebulan berlalu, sekarang aku terjebak di kamar kos ini. Aku hanya tergeletak di lantai ubin, tertelungkup pasrah. Beberapa kali aku terinjak karena ketidak peduliannya. Di antaranya oleh salah seorang temannya yang berambut paku berwarna merah, bersepatu boots (aduh, sakit!) yang ingin meminjamku barang sehari-dua hari. Aku hampir senang dibuatnya! Setelah sekian lama aku merindukan panggung, ternyata sama orang kayak gini aku dibawa. Gak papalah!

Dan disanalah aku, kecipratan muntah. wek. dilap seadanya. Sedikit tersentuh karena si mahasiswa marah besar atas perlakuannya terhadapku. Aku dibawa kembali ke kos. Aahhh bosan!! aku ingin glamor!! setelah ditempa sedemikian rupa, dengan keempat senarku yang masih licin, bass Scorpion sepertiku ini...

Che, aku pinjam bassmu, boleh?
Eh, hey. mau main ya, dimana?
Gak dimana-mana kalo aku gak dapet bass.
Yee ngambek. Boleh tu, tapi kemaren kena muntahan Sombot. Ntar kenapa-kenapa lagi. Blom gue cek lagi soalnya...
Yaelah, as if you care. Emang kamu masih main bass? katanya mau main gitar aja, main bass susah...
Gak susah, cuman berat aja!
PREK.. buat gue aja ya?
Pake aja sih, kalo suka.

Dan aku masih terpana.

Terpana...

Bagaimana tidak? Dia memperlakukanku dengan sangat hati-hati, menatapku dengan sayang. Hitam... Scorpion... Misfits, gumamnya. Ya, sayang! talikan aku, letakkan aku di pinggulmu itu! cabik aku! permainkan aku! Kamu cantik sekali, sayang!

Keesokan paginya aku tersadar setengah gugup, karena ia berjanji akan menemuiku lagi. Dan ya, datanglah ia menjelang sore. Aku dipolesnya licin-licin. Akan bermain lagikah kita, sayang? Tidak, batinnya. Lalu mengapa kau poles aku licin-licin? Karena kamu begitu gagah. Aku tersenyum dan ia mengelusku sayang. Tunggu di sini ya, sayang... Tentu cantik, tentu. Selalu...

---
Halo?
MBOT!! BASS ITEM MANA??!!
Hah?
Ah, sok gak tau! Gue kan titip, titiippp!!! yang di studio!!
Wah, dibawa ama Pay kayaknya. Trus..
Trus kenapa??
Dijual gitu kayaknya, Don...
Brengsek!! Kok lo baru bilang sekarang!? kok lo baru ngasitau gue?!
Donna, sori, gue gak ngerti apa-apa. Lo juga ngilang. Waktu pindahan gue gak ikut.
Trus sekarang Pay dimana?
Gak tau gue. Don...
Apa?
Emang itu bass punya lo?
Bukan.
*klik

Pay brengsek. mata duitan. sundal lanang. lintah. duh gue gak peduli deh dia ngelariin duit gue berapa, gak peduli gue diberapa-in ama dia, persetan. BASS GUE!! eh, bukan ya. ah, sialan!!!

---

Pay, bilang ama Donna, bassnya buat dia.
Kamu gak pake lagi, Ton?
Gak ah, aku mau seriusin kuliah dulu. Tolong bilangin Donna, ya.
Sip, ntar gue bilangin.

---

Donna. Akhirnya aku tau namamu. Aku merindukanmu. Aku senang si mahasiswa merelakanku jatuh ke pelukanmu. Aku bahagia. Aku masih menunggu. Dimanakah kamu? Sekarang aku ada di kamar sepasang kakak beradik yang terus mendengarkan NOFX. aku bosan. aku ingin glamor!! Aku merindukanmu, Donna. Dimanakah kamu?

Betapa aku membenci fakta. Kuhirup asap rokokku dalam-dalam, masih setengah perjalanan di jalan kampung ini, jalan yang sama yang selalu kulewati ketika...ketika pingin jalan-jalan!!

Suit Suitt.....
Brengsek, gumamku.

GAK PERNAH LIAT CEWEK, APA?!!!

aku berhenti di tengah jalan, menatap beberapa kepala yang terperangah.
Resek, gumamku lagi sambil menyentil puntung rokokku beberapa meter jauh ke depan. Aku memutuskan untuk terus berjalan, daripada ribut.

Mbaknya galak...

Eh, bajingan, pengecut, umpatku dalam hati. Berani betul, baru ngomong pas aku udah lewat lima meter jauhnya. Taik.

Ya Tuhan, apa kamu ingin (atau sudah?) menjadikanku magnet bagi pengecut-pengecut seperti mereka? Kujejakkan langkahku ke puntung rokok yang tadi kubuang. Huh, pengecut.

---

Aku tahu, pikirannya sedang kacau. Yep, aku mengenalinya dengan sangat baik. Ketika ia melonjak-lonjak kegirangan, atau berlari turun dari bus dengan langkah-langkah ringan seperti setiap kali dia merasa jatuh cinta, atau berlari menyongsong kekasihnya (ya, kekasihnya! Dammit!!), atau berjalan dengan langkah pelan tapi mantap. Lalu - kejadiannya berlangsung begitu cepat! - kakinya menyapu wajah seorang gadis.

Aku terkejut. Kukira itu hanya khayalanku sesaat. Sudah begitu lama ia tidak melakukannya. Aku tahu betul. Aku mencoba untuk membawanya pergi, tapi ia marah sekali. Binar matanya yang biasa terlihat geli sewaktu tertawa atau mengingsut manja (oh, cantik sekali! aku juga ingin memanjakannya!) kini berkilat marah. Murka. Dan aku tahu, dia akan kembali bersikap apatis seperti dulu. Betapa aku membenci fakta.

---

Anjeeeenggg..... ngapain gue berentiin bus 43! mo ngebakar rumahnya, ape? Biarinlah, biar ngumpet di ketek maknya berbulan-bulan. Hey Mama, your son is a fucking coward!! Haha, brengsek, ngapain sih gue? patah hati, neng? huh, sori ya, sakit hati sih, iya! apa sama ya? huhu taeklah. hmm... jam berapa sekarang? shit, baru jam setengah delapan pagi, and I'm swearing like a pirate. Betapa aku membenci pagihari!!!

---

Baru jam delapan pagi. Dan aku udah kecipratan vodka. Aduh sayang, sudahlah! Ya, ya, aku mengerti! Bagaimana kamu rela bangun pagi-pagi sekali untuk menemuinya (padahal kamu begitu membenci pagihari!), bagaimana kamu rela dan sudi mendengarkan tetek bengek tentang dirinya (ya ya, cara jitumu mengait laki-laki, dengan membiarkan mereka bercerita tentang topik yang paling mereka sukai : diri sendiri) padahal kamu sangat ingin berkeluh kesah padanya. Aku heran, bagaimana kamu yang secerdas itu bisa tertipu!! Aku bisa melacak langkah-langkahnya, aku tahu dia dari mana, sama siapa. Aku tahu itu semua! Dari kampus, hujan-hujanan? gak mungkin, dia naik motor tapi tidak ada bekas lumpur di sepatunya. HEY, dia naik mobil! - dan kamu tahu kan, dia tidak punya mobil, sayang. Bukannya aku sok jagoan, sok jantan, sok detektif-detektifan, tapi aku memperhatikan! Halooo!!! cemburu?? ah, terserah! Betapa aku sudah bersamamu, menemanimu lima tahun lamanya dan aku sangat, sangat mengenalmu! Terserah! Dan lagi... HEY!! jangan ciprati lagi aku dengan vodkamu! oh, betapa aku membenci fakta.

---

Hey baby, where's your boyfriend?
He went straight up to hell.
Whoa... hahaha... even I don't wanna go to your hell, Bella Donna.

Yep. Great. Baru satu hari berlalu dan semua orang udah tau. I hate all these attentions. Aku gak pernah mengharapkan perhatian atau simpati apa pun. Mungkin harusnya aku langsung pergi setelah menendang muka perempuan jalang itu, gak udah pake maki-makian ato ludah-ludahan ke muka mereka.

Eh Donna... mabuk ya?
Gimana gak mabok, gue udah minum dari jam delapan pagi.
Ngapain sih minum-minum? Kontrol dong... Kalo stress cerita aja, gue mau kok dengerin keluh kesah lo...
Ah taik. mendingan lo nonton gue. Gue naik setengah jam lagi.

blah... kalimat setan. ujung2nya tetep aja mabokin gue trus nyeret gue ke rumahnya. taik bebek.

Pusing...
Pusing...
Panggung... Blitz... Bodysurfing! AHAHA!!
Pusing...

Itu dia. Ya Tuhan, itu dia. Di tengah-tengah moshpit, mengacung-acungkan sebuket mawar hitam kesukaanku. Oh Tuhan, aku begitu pusing. Mabuk. Berbunga-bunga. Hitam. C'mon, you can do better than that! Baby girl, he's cheating on you! oh Tuhan, beri aku fakta. Aduh, aku pusing.

---

Ah, sialan. Hari-hari itu kembali lagi. Aku sedikit membencinya karena ini. Aku hanya disepak-sepak, dijejerkan bersama sepatu-sepatu lain yang tidak kukenal - kubenci malah! - karena semua milik laki-laki brengsek itu. Lihat saja, apa yang akan ia lakukan terhadapnya sesudah ini.

---

Hmmm...
Kenapa, sayang?
Gak papa, aku kangen. Kamu jangan jauh-jauh.
Nggak kok, cuman beres-beres dikit. Say, kamu pake bootsku aja.
Kenapa emangnya?
Biar keliatan lebih galak kalo di panggung.
Biar kalo nendang lebih sakit ya?
Kok gitu sih say...
Padahal kan yang ditendang bukan kamu.
Ah terserah.
Yee.
Ya udah, pokoknya Converse-mu aku masukin karung ya?
Hmmmm....

Anjing, emangnya gue gak bisa liat sepatu Armani baru lo?
GIGOLO!!! murah!! boy, gue bisa lebih mahal dari Doc Martens lo!!
Oh sayang, Converse-mu mengerikan!!

AH, BETAPA AKU MEMBENCI FAKTA!!